Coret 07

Posted by Fursan Allail On 05:12 | No comments
(290113)


Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard De Chardin," Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman2 spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman2 manusiawi." Manusia bukanlah 'makhluk bumi' melainkan 'makhluk langit'.

Kita adalah makhluk spiritual yang 'kebetulan' sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan 'rumah' untuk mencari 'rumah' yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut dengan meninggal dunia.

Badan kita akan mati, tapi jiwa kita tetap hidup. Kalau kita menyadari hal ini, maka kita tidak akan menjadi manusia yang ngoyo dan serakah. Kita memang perlu hidup, perlu makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. Bila sudah mencapai kebutuhan dasar tersebut maka itu sudah cukup! Buat apa sibuk mengumpul2kan kekayaan--apalagi dengan menyalahgunakan jabatan--yang dapat merusak jiwa dengan berlaku curang dan korup!

Lalu bagaimana agar kita sadar? BELAJAR MENDENGARKAN! dengarlah dan belajarlah dari pengalaman orang lain. Bukalah mata dan hati anda untuk mengerti, mendengarkan dan mempertanyakan semua pikiran dan paradigma anda. Sayang, banyak orang yang mendengar semata2 untuk memperkuat pendapat mereka sendiri, bukannya untuk mendapatkan sesuatu yang baru yang mungkin bertentangan dnegan pendapat mereka sebelumnya. orang yang seperti ini masih tertidur dan belum sepenuhnya bangun

#A Quote by Republika



***


Kegiatan berpikir itu bagaikan air sabun yang diaduk dalam sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang tercampur, maka akan semakin keruh airnya. Semakin cepat anda mengaduk, maka akan semakin cepat pusaran. Merenung adalah kegiatan menghentikan adukan, dan membiarkan air berputar perlahan.

Perhatikan partikel sabun turun satu persatu, menyentuh dasar gelas. Benar2 perlahan, tanpa suara. Bahkan anda mampu mendengar luruhnya partikel sabun.Kini anda mendapatkan air jernih tersisa di permukaan. Bukankah air yang jernih mampu meneruskan cahaya? Demikian halnya dengan pikiran anda yang bening.

#Terkadang Merenung Itu Perlu
— at Tepian Sungai Eufrat
***

(300113)


#Menggenggam Harapan

Sepasang suami istri menggelar dagangan di trotoar jalan. Saat itu petang turun terburu2. Lampu jalan tak cukup terang untuk menerangi dagangan mereka. Dikanan kiri puing2 bongkaran pasar mengepung. didepan, berlalu lalang kendaraan dan langkah2 cepat. Siapa pula yang tertarik membeli? Namun mereka berdua silih berganti menyapa dan menawarkan dagangan.Kemudian seseorang pun bertanya pada mereka," Wahai suami istri pedagang, mengapa kalian yakin ada yang membeli dagangan itu? Bagaimana kalian bisa menjajakan barang di keremangan dan keriuhan seperti ini?"

"Kami tak kehilangan harapan," begitu jawabnya. "Itulah satu2nya kekuatan kami. Kami tak tahu apa dan bagaimana membesarkan usaha ini, namun kami tahu, harapan takkan pernah meninggalkan mereka yang menggenggamnya. Berterimakasihlah kepada orang2 kecil yang memberikan teladan dan menebarkan harapan perbaikan hidup pada kita. Mereka tiang penyangga yang menahan langit dari keruntuhan. Mereka peredup terik mentari kehidupan yang adakalanya terasa panas membakar."

@Quote dari Keebook, gerimis hati ini setelah membacanya
***
Pohon besar mampu menahan terjangan badai karena memiliki batang dan akar yang kokoh. Belasan tahun dibutuhkan untuk menumbuhkan dan melatih kekuatan. Bulan demi bulan, hujan menguatkan jaringan kayunya.

Tahun demi tahun, pohon2 besar melindunginya dari terpaan hujan. Tak ada hitungan malam untuk mencetak sebongkah batang yang tegar. Tak ada hitungan siang untuk menumbuhkan akar yang kekar mencengkeram bumi.

Hanya dengan kesabaran lah kita bisa meraih keberhasilan. Tumbuhkan kesabaran, bukan sekedar kecepatan meraih sukses.

#Episode Memotivasi Diri Sendiri
— at Perkampungan Mujahidin Afganistan
***
(310113)
seorang teman karib menghampiri meja kerja anda, dan memungut sebatang pensil yang patah. "boleh aku pinjam ini?" pintanya. Andayang sedang sibuk hanya menengok sekelebat dan berkata," Ambil saja." setelah itu anda lupa atas kejadian itu selamanya. Padahal bagi teman anda, pensil patah itu sangat berharga demi pengerjaan tugasnya.

Tahukah anda bagaimana rasa ketulusan? Setiap dari kita pasti pernah memberikan sesuatu dengan setulus murni. Namun tidak banyak yang mampu memahaminya. Karena ketulusan bukanlah rasa, apalagi untuk dirasa2kan. Ketulusan adalah rasa yang tak terasa, sebagaimana anda menyilakan teman dekat anda mengambil pensil patah tadi. Tiada setitik pun keberatan. Tiada setitik pun permintaan terimakasih. Tiada setitik pun rasa berjasa. semuanya lenyap dalam ketulusan.

Sayangnya tidak mudah bagi kita untuk memandang dunia ini seperti pensil patah itu. Sehingga selalu ada rasa keberatan atau berjasa saat kita saling berbagi. sayangnya tidak mudah juga untuk bersibuk2 pada keadaan diri sendiri, sehingga pensil patah pun tampak sebagai pena emas. Jangan ingat2 perbuatan baik anda. Kebaikan yang anda letakan dalam ingatan bagaikan debu yang tertiup angin.

#Sepenggal Kisah Ketulusan
***
Ketika seniman musik berkolaborasi dengan gerombolan pelacur, jadilah "DANGDUT KOPLO". Tiba-tiba saja genre sampah kayak gini jadi bagian dari kekayaan budaya bangsa, mewarnai pesta2 rakyat dengan slogan "kami cuma cari makan" menjadi tontonan dengan rate "semua umur". Menggoyang dunia dengan gerakan maju mundur seperti orang tidak waras.

(Eun Sheung)

Inilah yang menjadikan dangdut kembali ke tong sampah, setelah perjuangan "para pendahulunya" untuk mengangkat pamor musik melayu ini ke papan atas. Silakan bandingkan karya seni masa lalu dengan sekarang, bisa dilihat kok mana yang 'abadi' dan mana yang hanya 'numpang lewat'.
***
“Oh begitu ya akh, sekarang aku jadi mengerti. Tapi perlu diingat juga akh, wanita yang buruk hanya untuk laki-laki yang buruk dan wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”, tambah ukhti dengan senyum.

“Oleh karena itu, saya senantiasa memperbaiki diri agar bisa mendapatkan wanita yang baik”, ikhwan menjawab dengan tenang.
***
Belum juga selesai menonton, mataku sudah berkaca2, batinku menerawang, ingatanku terbang, menembus batas kaki langit yang gulita. Hinggap di suatu rumah bambu, tempat bersarangnya lentera minyak dari labu. Betapa segala yang aku mau selalu dikabulkan olehmu, ibu. Dimana aku tak pernah mau tahu darimana lembaran rupiah itu berasal, bagaimana ia ada, dan pengorbanan apa yang telah kalian berdua lakukan agar aku tercukupi.

Thanks to Musladin Gustriadi , atas rekomendasi film ini.

#Tokyo Tower Eps. 01
***
(010213)
Kadang kita memang perlu dibakar, agar bisa menghargai derasnya hujan dan sejuknya angin
***
Ada satu negeri yang dihuni para bedebah.
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor
menjatuhkan bebatuan menyala-nyala

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau menjadi kuli di negeri orang
Yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedangkan rakyatnya hanya bisa pasrah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila melihat negeri dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi, dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan !

#Negeri Para Bedebah ~ Adhie M Massardi
***
(020213)
Dunia pergi menjauh dan akhirat datang mendekat. Oleh karena itu jadilah kalian anak2 akhirat, jangan menjadi budak2 dunia. Sekarang adalah waktunya beramal, tidak ada penghisaban. Sedangkan besok waktunya penghisaban, tidak ada amal.

( Ali Bin Abi Thalib )
***
Gulita turun. Jutaan ton kubik air mengepung kotaku. Membasuh dosa dan kemaksiatan pada permukaan dedaunan. Menyanyikan lagu riang kanak2, sang kodok. Melentik dari atap gedung melantai kebumi. Melumerkan keangkuhan penghuninya.

Namun bukannya untaian tasbih yg terdengar, melainkan sumpah serapah dari tiap jendela wajah. Memaksa menunda perjalanan 'sok penting' mereka.

Mari menyanyikan lagu hujan ini dengan irama syukur. Dan yakinlah, kesabaranmu akan terbayar lunas suatu hari kelak.
***
Keranda besi bertudung hijau tua ini begitu laris sekali. Dua minggu yang lalu seorang fulan tengah menaikinya, sekarang gantian putri saudaraku yang menumpanginya. Menuntaskan perannya di pementasan drama berjudul kehidupan ini, tanpa pernah mengenal dialog dan naskah. Hanya 7 bulan ia berada di panggung terjal ini, kemudian scene terakhir yang dilakoninya adalah berada dalam balutan selang infus dan tabung oksigen, meninggal di rumah sakit.

Semoga kedua orangtuanya 'berbahagia' atas kepergiannya, kenapa? Bukankah Rasulullah saw bersabda, "tidaklah seorang muslim kematian tiga anaknya yang belum baligh, kecuali, Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga berkat kasih sayang-Nya kepada anak-anaknya tersebut, ” (HR Bukhori muslim).

"Allahhummaghfir laha warhamha wa'aafiha wa'fu anha".
( Yaa Allah ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan ma'afkanlah dia )
***
Makin lama makin kesindir sama film ini. Bagaimana nasib mempermainkan prestasi, karir dan jodoh, serta keluarga. Terdapat banyak kesamaan antara naskah dengan realita, salah satunya 'menggauli' kedua orangtua. Membuat diri makin lebih instropeksi dan berkaca, lebih besar mana cintaku pada ego ataukah pada ibu. Ah,,rupiah, tak kukira kau mampu menciptakan jarak selebar ini antara kami berdua.

#Serial TOKYO TOWER Eps. 06
***  
     
 

0 komentar:

Post a Comment